Rabu, 28 Maret 2018

Tarik Ulur Informasi, Sebuah Dilema Krisis Literasi Melawan Hoax dan Hate Speech

OPINI Pena Librarian ini disampaikan dalam Forum Ilmiah Ilmu Perpustakaan di Universitas Negeri Malang, 09 Oktober 2017.

Gambar Dokumentasi Pribadi


Perkembangan teknologi informasi yang berlangsung begitu cepat telah membawa manusia ke era digital. Namun, apa itu era digital? Era digital adalah zaman dimana kehidupan manusia sudah beralih menggunakan kebutuhan perangkat elektronik dengan didukung suatu jaringan dan akses internet. Sebelum masuk ke era digital untuk mendapatkan suatu inforamasi orang harus menunggu dengan waktu yang lama. Contohnya surat yang dikirim melalui burung merpati yang menunggu beberapa hari untuk sampai, koran atau media massa cetak lainnya yang harus menunggu esok pagi untuk dibaca. Pada saat ini bukan hanya seorang jurnalis saja yang bisa menyampaikan suatu informasi ke banyak orang, akan tetapi setiap orang sudah bisa dan berpeluang besar untuk membuat informasi sendiri bahkan lebih cepat dan mudah sehingga menimbulkan sebuah fonomena yang dinamakan ledakan informasi atau banjir informasi yang merata ke seluruh penjuru dunia melalui berbagai media elektronik, terutama perangkat telepon genggam. Informasi tersebut banyak melalui media sosial seperti facebook, twitter, instagram, whatsapp dan media online lainnya. Semakin banyaknya ketersediaan informasi tersebut, menuntut orang-orang untuk pandai mengelola serta memanfaatkan informasi di media sosial agar tidak terjerumus ke jalan yang salah.

Ledakan informasi berdampak positif maupun negatif. Dampak positifnya orang dapat memiliki banyak referensi dengan cepat dan mudah tanpa ada batasan waktu akses sedangkan dampak negatifnya muncul masalah baru ketika adanya hoax dan hate speech. Hoax adalah suatu informasi palsu atau bisa juga disebut berita bohong yang bermaksud untuk menipu dan hate speech berarti ungkapan kebencian yang menuju suatu penghinaan, provokasi, menjatuhkan diri orang lain. Kedua hal yang tercela tersebut menjadi pembicaraan di media sosial karena meresahkan masyarakat.

Baru-baru ini melalui berita news.liputan6.com polisi telah berhasil menangkap sindikat penyebar kebencian yang beroperasi di media sosial, nama sindikat tersebut adalah Saracen. Dari hasil penyelidikan, mereka bergerak tidak sembarangan, tersusun rapi dan terorganisasi mulai dari ketua, sekretaris, bendahara, bidang teknologi informasi, grup wilayah dan sebagainya. Sindikat Saracen menerima pesanan untuk unggahan berita kebencian untuk memudahkan kepentingan seseorang maupun kelompok. Menurut data yang dipaparkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika sampai akhir tahun 2016 ada sebanyak 800 ribu situs di Indonesia yang terindikasi sebagai penyebar berita palsu dan ujaran kebencian (Aulia Bintang Pratama, dalam cnnindonesia.com)

Hoax dan hate speech memiliki pengaruh yang berbahaya. Pertama, meresahkan masyarakat dan akan menjerumuskan orang ke jalan yang membingungkan. Kedua, pengalihan isu publik. Ketiga, terjadinya pertentangan antar kelompok sebab biasanya konten hoax dan hate speech  menyinggung masalah SARA yang memicu perpecahan. Keempat, menjatuhkan nama diri orang lain, kelompok, bahkan mengganggu keamanan dan stabilitas negara. Akan tetapi hoax dan hate speech yang beredar dapat dihadapi dengan kemampuan literasi informasi.

Setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam mengolah informasi, keberaksaran mengenai informasi adalah saat seseorang mengetahui kapan informasi itu dibutuhkan, kemudian mengidentifikasi kebutuhan informasi, memberikan solusi permasalahan yang ada, menemukan informasi yang dibutuhkan, mengevaluasi informasi yang dibutuhkan, mengolah informasi yang dibutuhkan dan menggunakan informasi secara efektif untuk penyelidikan masalah atau penelitian yang sedang dihadapi.

Dilansir Lombok Post (Jawa Pos Group), Kepala Pusat Pengembangan Perpustakaan dan Pengkajian Minat Baca Perpustakaan Nasional Deni Kurniawan menuturkan, berdasar penilaian tingkat literasi masyarakat Indonesia yang dilaksanakan Central Connecticut State University, Indonesia berada di peringkat 60 dari 61 negara yang dinilai. Artinya itu sama dengan nomor dua dari paling bawah.

Untuk mengatasi masalah hoax dan hate speech perlu dilakukan tindakan yang nyata yaitu pertama, banyak membaca sumber-sumber informasi yang dapat dipertanggungjawabkan baik melalui media cetak seperti buku, jurnal, koran, majalah dan non cetak seperti e-book, e-journal dan situs-situs resmi dari pemerintah maupun situs non pemerintah yang sudah terverifikasi oleh dewan pers. Berdasarkan data dewan pers di awal tahun 2017 ada 40.000 yang mengklaim diri sebagai media online, tetapi yang sudah terverifikasi sebagai media yang sebenarnya tak lebih dari 300. Kedua, membiasakan diri untuk mengklarifikasi informasi yang diterima, dimana salah satu tempat mencari kebenaran informasi dapat melalui pustakawan di perpustakaan. Pustakawan dapat memberikan solusi dari setiap permasalahan informasi. Ketiga, apabila belum bisa ke perpustakaan maka bisa dengan melakukan penalaran dan perasaan yang baik setelah menerima informasi, ketika dirasa informasi tersebut ada keganjalan dihati, tidak rasional, tidak jelas yang membuat informasi maka kemungkinan besar yang itu hoax. Keempat, apabila sudah terbukti bahwa informasi tersebut hoax dan mengandung hate speech maka janganlah diteruskan kembali kepada orang lain agar informasi berhenti dan tidak semakin meluas. Kelima, jangan lelah untuk menjadi orang yang membenarkan informasi, ketika ada orang-orang awam mendapat informasi tidak benar maka kita wajib memberitahu apabila informasi tersebut termasuk hoax maupun hate speech. Keenam, melaporkan apabila menemukan konten di media sosial yang berisi berita bohong atau hoax, ujaran kebencian atau SARA serta radikalisme atau terorisme dengan cara melakukan screen capture disertai url link, kemudian mengirimkan data ke aduankonten@mail.kominfo.go.id.  Kiriman aduan segera diproses setelah melalui verifikasi. Kerahasiaan pelapor dijamin dan aduan konten dapat dilihat di laman web trustpositif.kominfo.go.id. Laporan database Trust+Positif sampai dengan 2016 mencatat konten negatif yang diblokir sebesar 773.339. Konten yang tergolong konten negatif antara lain pornografi, SARA, penipuan atau perdagangan ilegal, narkoba, perjudian dan radikalisme. Selain itu, informasi yang diungkap akun Twitter Indonesia Baik ‏@GPRindonesia juga menyebut konten yang termasuk konten negatif seperti kekerasan, kekerasan anak, malware dan phising serta pelanggaran kekayaan intelektual.

Berdasarkan poster yang dibuat, gambar tersebut memiliki pejelasan bahwasannya saat ini dunia sedang mengalami tarik ulur informasi, banyak informasi yang berdatangan akan  tetapi yang saling bertolak belakang, saling menjatuhkan demi suatu kepentingan. Tarik ulur informasi juga berarti informasi-informasi yang dahulunya sudah terverifikasi berita hoax namun berita tersebut muncul lagi ke publik. Senjata utama dalam melawan hoax dan hate speech adalah hanya dengan kemampuan literasi, kemampuan tersebut sesorang memegang informasi di dunia dengan benar dan dapat dimanfaatkan olehnya. Maka dengan ini penulis berharap melalui cara-cara tersebut akan lebih banyak lagi orang-orang yang peduli dalam mengelola informasi sehingga hoax dan hate speech dapat ditanggulangi.

Sumber Referensi
Darmayana, Hizkia, 2017, ’’Bahaya Hoax  Bisa Berujung Pada Pembunuhan Karakter’’ dalam https://www.cnnindonesia.com/nasional/20170108125705-20-184805/bahaya-hoax-bisa-berujung-pada-pembunuhan-karakter/ diakses tanggal 22 September 2017 pukul 13:20 WIB
Safutra, Ilham, 2017, ’’Minat Baca Orang Indonesia Nomor Dua Terbawah’’ dalam https://www.jawapos.com/read/2017/05/27/132964/minat-baca-orang-indonesia-nomor-dua-terbawah diakses tanggal 25 September 2017 pukul 2:16
Pratama, Aulia Bintang, 2016, ’’Ada 800 Ribu Situs Penyebar Hoax di Indonesia’’dalam https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20161229170130-185-182956/ada-800-ribu-situs-penyebar-hoax-di-indonesia/ diakses tanggal 21 September 2017 pukul 10:34 WIB
Qodar, Navysul, 2017, ’’Sindikat Penebar Kebencian Saracen Terorganisasi Rapi’’  http://news.liputan6.com/read/3068488/sindikat-penebar-kebencian-saracen-terorganisasi-rapi diakses tanggal 21 September 2017 pukul 09:22 WIB
Yunita, ’’Ini Cara Melaporkan Hoax’’ dalam https://kominfo.go.id/content/detail/8732/ini-cara-melaporkan-konten-hoax/0/sorotan_media diakses tanggal diakses tanggal 22 September 2017 pukul 14:46 WIB.
This entry was posted in

0 komentar:

Posting Komentar